Selasa, 06 Mei 2014

MAKALAH TAFSIR HADIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Ahli waris yang secara bahasa berarti keluarga terdekat, tidak secara otomatis ia dapat mewarisi harta peninggalan pewarisan yang ninggal meningggal dunia, karena kedekatan hubungan keluarga juga dapat memengaruhi kedudukan dan hak haknya untuk mendapat warisan. Terkadang yang dekat menghalangi yang jauh, atau ada juga yang dekat tetapi tidak dikategorikan sebagai ahli waris, karena jalur yang dilaluinya perempuan. Apabila dilihat dari segi bagian-bagian yang diterima mereka, ahjli waris dapat dibedakan kepada: 1. Ahli waris ashab al-furudll, ahli waris yang menerima bagian yang besar kecilnya telah ditentukan dalam Al-Qur’an. 2. Ahli waris ‘ashabah, ahli waris yang bagian diterimanya adalah sisa setelah harta warisan dibagikan kepada ahli waris ashab al-furudll. 3. Ahli waris ddzawi al-ahram, ahli waris yang sesumgguhnya memiliki hubungan darah, akan tetapi menurut ketentuan al-qur’an B. Rumusan masalah 1. Hadis tentang keluarga sebagai penerima warisan C. Tujuan masalah 2. Menjelaskan hadis tentang keluarga sebagai penerima warisan BAB II PEMBAHASAN A. Hadis yang ditentukan عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَرَكَ مَالاَ فَلاَهْلِهِ وَمَنْ تَرَكَ ضَيَاعًا فَإِلَيَّ Artinya: “Abu Hurairah menyatakan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda: Siapa yang meninggalkan harta merupakan hak keluarga yang ditinggalkannya dan siapa yang tidak meninggalkan apa-apa, maka tanggung jawab saya”. B. Hadis yang ditemukan a. Hadis yang pertama: حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَدِيِّ بْنِ ثَابِتٍ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْه عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ تَرَكَ مَالًا فَلِوَرَثَتِهِ وَمَنْ تَرَكَ كَلًّا فَإِلَيْن Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Al Walid telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari 'Adiy bin Tsabit dari Abu Hazim dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa yang (mati) meninggalkan harta maka hartanya itu untuk ahli warisnya dan siapa yang meninggalkan keluarga yang miskin maka menjadi tangungan kami".(BUKHARI – 2223). b. Hadis yang kedua: حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَدِيٍّ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ تَرَكَ مَالًا فَلِوَرَثَتِهِ وَمَنْ تَرَكَ كَلًّا فَإِلَيْنَا Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abul Walid telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari 'Adi dari Abu Hazim dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Barangsiapa meninggalkan harta, maka bagi ahli warisnya, dan barangsiapa meninggalkan tanggungan, maka kami yang menjaminnya." (BUKHARI - 6266) c. hadis yang ketiga: حَدَّثَنَا سُوَيْدُ بْنُ سَعِيدٍ وَأَحْمَدُ بْنُ ثَابِتٍ الْجَحْدَرِيُّ قَالَا حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ الثَّقَفِيُّ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَطَبَ احْمَرَّتْ عَيْنَاهُ وَعَلَا صَوْتُهُ وَاشْتَدَّ غَضَبُهُ كَأَنَّهُ مُنْذِرُ جَيْشٍ يَقُولُ صَبَّحَكُمْ مَسَّاكُمْ وَيَقُولُ بُعِثْتُ أَنَا وَالسَّاعَةَ كَهَاتَيْنِ وَيَقْرِنُ بَيْنَ إِصْبَعَيْهِ السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى وَيَقُولُ أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْأُمُورِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكَانَ يَقُولُ مَنْ تَرَكَ مَالًا فَلِأَهْلِهِ وَمَنْ تَرَكَ دَيْنًا أَوْ ضَيَاعًا فَعَلَيَّ وَإِلَيَّ Artinya: Telah menceritakan kepada kami Suwaid bin Sa'id dan Ahmad bin Tsabit Al Jahdari keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab Ats Tsaqafiy dari Ja'far bin Muhammad dari Bapaknya dari Jabir bin Abdullah ia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam apabila berkhutbah matanya menjadi merah, suaranya tinggi dan emosinya menggebu-gebu, seakan-akan ia adalah seorang pemberi peringatan pada pasukan, beliau berseru: "Waspadalah, musuh akan datang di pagi hari, musuh akan datang di sore hari! " Dan beliau berseru: "Aku diutus dengan datangnya hari kiamat seperti (kedua jari) ini, " beliau menggandengkan antara dua jarinya; jari telunjuk dan jari tengah. Beliau lalu bersabda: "'Amma ba'du; sesungguhnya sebaik-baik perkara adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan, dan setiap bid'ah adalah sesat." Dan beliau selalu bersabda: "Barangsiapa meninggalkan harta, maka bagi ahli warisnya. Dan barang siapa meninggalkan hutang atau amanah maka akulah yang menanggungnya." (IBNUMAJAH - 44) d. hadis yang keempat: حَدَّثَنِي أَبُو الْفَضْلِ مَكْتُومُ بْنُ الْعَبَّاسِ التِّرْمِذِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ صَالِحٍ قَالَ حَدَّثَنِي اللَّيْثُ قَالَ حَدَّثَنِي عُقَيْلٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُؤْتَى بِالرَّجُلِ الْمُتَوَفَّى عَلَيْهِ الدَّيْنُ فَيَقُولُ هَلْ تَرَكَ لِدَيْنِهِ مِنْ قَضَاءٍ فَإِنْ حُدِّثَ أَنَّهُ تَرَكَ وَفَاءً صَلَّى عَلَيْهِ وَإِلَّا قَالَ لِلْمُسْلِمِينَ صَلُّوا عَلَى صَاحِبِكُمْ فَلَمَّا فَتَحَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْفُتُوحَ قَامَ فَقَالَ أَنَا أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ فَمَنْ تُوُفِّيَ مِنْ الْمُسْلِمِينَ فَتَرَكَ دَيْنًا عَلَيَّ قَضَاؤُهُ وَمَنْ تَرَكَ مَالًا فَهُوَ لِوَرَثَتِهِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَقَدْ رَوَاهُ يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ وَغَيْرُ وَاحِدٍ عَنْ اللَّيْثِ بْنِ سَعْدٍ نَحْوَ حَدِيثِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ صَالِحٍ Artinya: Telah menceritakan kepadaku Abu Al Fadl, Maktum bin Al Abbas At Tirmidzi, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Shalih berkata; telah menceritakan kepadaku Laits berkata; Telah menceritakan kepadaku 'Uqail dari Ibnu Syihab berkata; Telah mengabarkan kepadaku Abu Salamah bin Abdurrahman dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, di datangkan kepada beliau seorang yang telah wafat dan memiliki hutang. Beliau bertanya; "Apakah dia meninggalkan harta untuk membayar hutangnya. Jika diberitahukan bahwa dia meninggalkan dalam keadaan ada yang menanggungnya, beliau menshalatinya. Jika tidak, maka beliau bersabda kepada kaum muslimin: "Shalatilah teman kalian." Tatkala Allah telah memberinya banyak sekali kemenangan, beliau bangkit dan bersabda: "Saya lebih utama terhadap orang mukmin daripada diri mereka. Jika ada kaum muslimin yang meninggal dan meninggalkan hutang, maka saya akan membayarnya. Barangsiapa yang meninggalkan harta, maka itu adalah hak ahli warisnya." Abu Isa berkata; "Ini merupakan hadits hasan sahih. Yahya bin Bukair dan yang lainnya telah meriwayatkannya dari Laits bin Sa'ad seperti hadits Abdullah bin Shalih." (TIRMIDZI - 990) e. hadis yang kelima: حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ الْأُمَوِيُّ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرٍو حَدَّثَنَا أَبُو سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَرَكَ مَالًا فَلِأَهْلِهِ وَمَنْ تَرَكَ ضَيَاعًا فَإِلَيَّ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَفِي الْبَاب عَنْ جَابِرٍ وَأَنَسٍ وَقَدْ رَوَاهُ الزُّهْرِيُّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَطْوَلَ مِنْ هَذَا وَأَتَمَّ مَعْنَى ضَيَاعًا ضَائِعًا لَيْسَ لَهُ شَيْءٌ فَأَنَا أَعُولُهُ وَأُنْفِقُ عَلَيْهِ Artinya: Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Yahya bin Sa'id Al Umawi; bapakku telah menceritakan kepada kamil; telah menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Amr; telah menceritakan kepada kami Abu Salamah dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang meninggalkan harta, maka harta itu adalah milik keluarganya. Dan barangsiapa yang meninggalkan anak-anak, maka mereka itu akan kembali kepadaku." Abu Isa berkata; Ini adalah hadits Hasan Shahih. Hadits semakna juga diriwayatkan dari Jabir dan Anas. Dan hadits ini telah diriwayatkan pula oleh Az Zuhri dari Abu Salamah dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dengan redaksi yang lebih panjang dari ini serta maknanya juga lebih yakni: "Anak-anak yang tidak memiliki sesuatu, maka akulah yang akan menanggung dan berinfaq kepadanya." (TIRMIDZI - 2016) f. Perbedaan Sanad dan Matan Hadis 1. Perbedaan sanad hadis Hadis yang ditentukn itu memiliki sanad dari Abu Hurairah yang didapatkan dari Rasulullah saw. Sedangkan hadis yang ditemuka pertama dari Abdur Rahman bin Shakhr, Salman, maula'Izzah, Adiy bin Tsabit, Syu'bah bin Al Hajjaj bin Al Warad, Hisyam bin 'Abdul Mallik. Hadis yang ditemukan kedua memiliki sanad Abdur Rahman bin Shakhr, Salman, maula 'Izzah, Adiy bin Tsabit, Syu'bah bin Al Hajjaj bin Al Warad, Hisyam bin ‘Abdul Malik. Hadis ketiga memiliki sanad dari Jabir bin 'Abdullah bin 'Amru bin Haram, Muhammad bin 'Ali bin Al Husain bin 'Ali bin Abi Thalib, Ja'far bin Muhammad bin 'Ali bin Al Husain, Abdul Wahhab bin 'Abdul Majid bin Ash Shalti, Suwaid bin Sa'id bin Sahal yang terdapat pada jalur sanad pertama, sedangkan pada jalur sanad kedua memiliki sanad Jabir bin 'Abdullah bin 'Amru bin Haram, Muhammad bin 'Ali bin Al Husain bin 'Ali bin Abi Thalib Ja'far bin Muhammad bin 'Ali bin Al Husain, Abdul Wahhab bin 'Abdul Majid bin Ash Shalti, Ahmad bin Tsabit. Dan dianjutkan pada hadis yang keempat memiliki sanad dari Abdur Rahman bin Shakhr, Abdullah bin 'Abdur Rahman bin 'Auf, Muhammad bin Muslim bin 'Ubaidillah bin 'Abdullah bin Syihab, Uqail bin Khalid bin 'Uqail, Laits bin Sa'ad bin 'Abdur Rahman, Abdullah bin Shalih bin Muhammad bin Muslim, Maktum bin Al 'Abbasdan pada jalur sanad yang kedua terdiri dari Abdur Rahman bin Shakhr, Abdullah bin 'Abdur Rahman bin 'Auf, Muhammad bin Muslim bin 'Ubaidillah bin 'Abdullah bin Syihab, Uqail bin Khalid bin 'Uqail, Laits bin Sa'ad bin 'Abdur Rahman, Yahya bin 'Abdullah bin Bukair. Dan pada hadis kelima memiliki sanad Abdur Rahman bin Shakhr, Abdullah bin 'Abdur Rahman bin 'Auf, Muhammad bin 'Amru bin 'Alqamah bin Waqash, Yahya bin Sa'id bin Abban bin Sa'id bin Al 'Ash bin Umayyah, Sa'id bin Yahya bin Sa'id Aban bin Sa'id bin Al 'Ash, dan pada jlur sanad kedua yaitu Abdur Rahman bin Shakhr, Abdullah bin 'Abdur Rahman bin 'Auf, Muhammad bin Muslim bin 'Ubaidillah bin 'Abdullah bin Syihab. Itulah sanad dari hadis yang ditemukan. 2. Perbedaan matan hadis Perbedaan pada hadis pertama dan hadis kedua itu bahwa pada hadis yang pertama tidak menyatakan keluarga yang miskin seperti yang kedua dan pada hadits yang pertama menggunakan kata فَإِلَيَّ yang mempunyai arti “tanggung jawab saya” itu jelas berbeda dengan hadits yang ditemukan yang menyatakan bahwa فَإِلَيْن yang memiliki arti “tanggung jawab kami”, dan hadis yang ketiga memiliki perbedaan pada kata فَإِلَيْنَا yang memiliki arti “kami yang menjaminnya”, tapi dari ketiga hadits yang memiliki kesamaan terhadap hak keluarga sebagai penerima warisan, yang membedakan hanyalah orang yang bertanggung jawab. Serta pada kalimat hadis دَيْنًا أَوْ ضَيَاعًا فَعَلَيَّ وَإِلَيَّ yang ketiga membahas tentang hutang atau amanah sehingga ada yang menanggungnya, pada hadis yang keempat berupa pertanyaan apakah sang mayit meninggalkan harta untuk membayar hutang yang dimiliki sang mayit, dan pada hadis yang kelima terdapat kalimat yang mengatakan “Dan barangsiapa yang meninggalkan anak-anak, maka mereka itu akan kembali kepadaku”dari kalimat itu dapat di tarik kesumpulan bahwa apabila terdapat anak yang ditinggal mati maka ada yang merawatnya, baik itu baitul maal dan lain-lainnya. g. Syarah Hadis Dalam ketantuan hukum islam, sebab-sebab untuk dapat menerima warisan salah satunya adalah hubungan kekerabataan (al-qara’bah), pada hukum jahiliah dulu pewaris harta hanya sebatas laki-laki dewasa saja yang kemudian disusul datangnya islam utuk memperbaharui atau menyamakan kedudukan itu . Dalam hal ini islam berperan sebagai pemberi jalan keluar bagi seluruh umat pada masa itu, sehingga sebuah permasalahan tentang pembagian waris itu dapat diselesaikan. Bahkan dalam hadis dijelaskan tentang pembagian waris yang adil, حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ عَنْ وَرْقَاءَ عَنْ ابْنِ أَبِي نَجِيحٍ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ كَانَ الْمَالُ لِلْوَلَدِ وَكَانَتْ الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ فَنَسَخَ اللَّهُ مِنْ ذَلِكَ مَا أَحَبَّ فَجَعَلَ لِلذَّكَرِ مِثْلَ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ وَجَعَلَ لِلْأَبَوَيْنِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسَ وَجَعَلَ لِلْمَرْأَةِ الثُّمُنَ وَالرُّبُعَ وَلِلزَّوْجِ الشَّطْرَ وَالرُّبُعَ Artinya: Telah bercerita kepada kami [Muhammad bin Yusuf] dari [Warqo'] dari [Ibnu Abi Najih] dari ['Atha'] dari [Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma] berkata; Dahulu harta warisan menjadi milik anak sedangkan wasiat hak kedua orangtua. Kemudian Allah menghapus ketentuan ini dengan yang lebih disenangi-Nya. Maka Allah subhanahu wata'ala menjadikan bagian warisan anak laki-laki dua kali dari bagian anak perempuan dan untuk kedua orangtua masing-masing mendapat seperenam sedangkan untuk istri seperdelapan atau seperempat sedangkan suami mendapat setengah atau seperempat. (Hadist Imam Bukhari No. 2542) Dari hadis diatas dapat kita ketahui bahwa pembaian waris sudah sangatlah jelas bahwa anak laki-laki mendapat dua kali dari bagian perempuan, sedangkan kedua orang tua masing-masing mendapatkan seperenam dan istri mendapat seperdelapan atau seperempat dan suami medapatkan setengah atau seperempat. Dalam islam juga terdapat ketentuan kadar bagian masing-masing yang didapat dari ahli waris: a) Yang mendapat setengah harta • Anak perenpuan tunggal. • Anak perempuan dari anak laki-laki. • Saudara perempuan yang seibu-sebapak atau sebapak saja. • Suami yang apabila istri tidak meninggalkan anak. b) Yang mendapa seperempat harta • Suami yang ditinggali anak oleh istrinya. • Istri yang tidak ditinggali anak oleh suaminya. c) Yang mendapat seperdelapan harta • Istri yang ditinggali anak oleh suamiya d) Yang mendapat dua pertiga • Dua orang perempan dengan syarat tidak ada laki-laki • Saudara perempuan seibu sebapak apabila bebilang (dua atau lebih) • Saudara prempuan yang sebapak e) Yang mendapat sepertiga • Ibu apbila yang meninggal tidak meninggalkan anak atau cucu (anak dari anak laki-laki) dan tidak pula meninggalkan dua orang saudara. • Dua orang saudara dari saudara yang seibu. f) Yang mendapat seperenam • Ibu yang ditiggalkan oleh anaknya apabil ia beserta anak. • Bapak dapat seperenam apabila yang meninggal mempunyai anak. • Nenek(ibu dari ibu atau ibu dari bapak) kalau ibu tidak ada. Seperti yang tertulis dalam hadis: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَبْدِ الْوَهَّابِ حَدَّثَنَا سَلْمُ بْنُ قُتَيْبَةَ عَنْ شَرِيكٍ عَنْ لَيْثٍ عَنْ طَاوُسٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَّثَ جَدَّةً سُدُسًا Artinya: Telah menceritakan kepada kami [Abdurrahman bin Abdul Wahhab]; telah menceritakan kepada kami [Salam bin Qutaibah] dari [Syarik] dari [Laits] dari [Thawus] dari [Ibnu 'Abbas]; "Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memberi bagian warisan kepada nenek seperenam." (Hadist Imam Ibnu Majah No. 2715) • Cucu perempuan dari pihak anak laki-laki. • Datuk(bapak dari bapak) apabila beserta anak dari anak laki-laki. Dijelaskan dalam hadis Datuk atau kakek mendapat bagian harta seperenam adalah: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا شَبَابَةُ حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ أَبِي إِسْحَقَ عَنْ أَبِي إِسْحَقَ عَنْ عَمْرِو بْنِ مَيْمُونٍ عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ الْمُزَنِيِّ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُتِيَ بِفَرِيضَةٍ فِيهَا جَدٌّ فَأَعْطَاهُ ثُلُثًا أَوْ سُدُسًا حَدَّثَنَا أَبُو حَاتِمٍ حَدَّثَنَا ابْنُ الطَّبَّاعِ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ عَنْ يُونُسَ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ قَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي جَدٍّ كَانَ فِينَا بِالسُّدُسِ Artinya: Telah menceritakan kepada kami [Abu Bakar bin Abu Syaibah]; telah menceritakan kepada kami [Syababah]; telah menceritakan kepada kami [Yunus bin Abu Ishaq] dari [Abu Ishaq] dari ['Amru bin Maimun] dari [Ma'qil bin Yasar Al Muzani], ia berkata; "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam didatangi oleh seseorang yang menanyakan pembagian harta warisan yang di dalamnya terdapat seorang kakek dimana ia memberi sepertiga atau seperenam." Telah menceritakan kepada kami [Abu Hatim]; telah menceritakan kepada kami [Ibnu Ath Thabba']; telah menceritakan kepada kami [Husyaim] dari [Yunus] dari [Al Hasan] dari [Ma'qil bin Yasar], ia berkata; 'Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menetapkan hukum harta warisan bagi seorang kakek yang ada pada kita sebesar seperenam.' (Hadist Imam Ibnu Majah No. 2713) • Seorang saudara yang seibu. • Saudara perempuan yang sebapak saja Dengan seperti ini pembagian waris menjadi jelas dengan bagian masing-masing yang telah ditentukan. Hukum saling mewarisi antar kaum muslmn adalah wajib hal ini telah tertera di al-Quar’a surat an-Nisa’ ayat 7 dan 11 , sedangkan syarat-syarat warisan yang dinyatakan sah adalah sebagai berikut:  Tidak adanya salah satu penghalang untuk ahli waris  Kematian orang yang diwarisi kendatipun berdasarkan vonis  Ahli waris hidup pada saat orang yang diwarisi meniggal dunia ` jadi disini terlihat jelas bahwa Allah swt telah mengatur pembagian hak warisan secara adil, supaya manusia terhindar dari permusuhan saudara hanya karna pembagian harta, Aturan itu sudah tertera di al-Qur’an dan al-Hadits. Dalam senuah hadis juga dijelaskan bahwa peting mempelajari ilmu mawaris seperti dalam hadis berikut: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَمْروِ بْنِ السَّرْحِ أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ زِيَادٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ رَافِعٍ التَّنُوخِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْعِلْمُ ثَلَاثَةٌ وَمَا سِوَى ذَلِكَ فَهُوَ فَضْلٌ آيَةٌ مُحْكَمَةٌ أَوْ سُنَّةٌ قَائِمَةٌ أَوْ فَرِيضَةٌ عَادِلَةٌ Artinya: Telah menceritakan kepada kami [Ahmad bin 'Amr bin As Sarh], telah mengabarkan kepada kami [Ibnu Wahb], telah menceritakan kepadaku [Abdurrahman bin Ziyad] dari [Abdurrahman bin Rafi' At Tanukhi], dari [Abdullah bin 'Amr bin Al 'Ash], bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata: "Ilmu ada tiga, dan yang selain itu adalah kelebihan, yaitu; ayat muhkamah (yang jelas penjelasannya dan tidak dihapuskan), atau sunah yang shahih, atau faraidh (pembagian warisan) yang adil." (Hadist Imam Abu Daud No. 2499) Hadis ini memiliki maksud bahwa ilmu mawaris mempunyai peran penting dalam kehidupan kaum muslim agar tidak terjadi kecurangan dalam pembagian harta warisan yang dapat menghindari munculnya permusuhan dan persengketaan dalam kekeluargaan yang dipicu oleh waris, dan dengan adanya ilmu waris dapat menghindari timbulnya fitnah karna pembagian waris yang tidak diatur, dan mewujudkan keadilan dalam suatu keluarga yang memberikan dampak positif dalam kehidupan bermasyarakat dan menjunjung syariat islam. Hukum kewarisan islam mempunyai prinsip yang dapat disumpulkan sebagai berikut:  Hukum kewarisan islam menempuh jalan tengah antara membari kebebasan kepada seseorang untuk memindahkan harta peninggalannya dengan jalan wasiat kepada orang lain yang dikehendaki.  Kewarisan merupakan ketetapan hukum; yang mewariskan tidak dapat meghalangi ahli waris dari haknya atas harta peniggalan tanpa memerlukan pernyataan menerima dengan sukarela atau atas putusan peradilan, tetapi ahli waris tidak dibebani melunasi hutang pewaris dari harta pribadinya.  Kewarisan terbatas dalam lingkungan keluarga, dengan adanya hubungan perkawinan atau pertalian darah. Keluarga yang lebih dekat hubunganya dengan pewaris lebih diutamakan dari pada keluarga yan lebih jauh; yang lebih kuat hubungannya dengan pewaris lebih diutamakan dari pada yang lemah.  Hukum kewarisan islam lebih condong untuk membagi harta warisan kepada sebanyk mungkin ahli waris yang sederajat, dengan menentukan bagian tertentu kepada beberapa ahli waris.  Hukum kewarisan islam tidak memedakan hak anak atas harta peninggalan; anangk yang sulung, menengah atau bugsu, telah besar atau baru saja lahir, telah berkeluarga atau belum.  Hukum kewarisan islam membedakan besar kacilnya bagian tertentu ahli waris diselaraskan dengan kebutuhannya dalam hidup sehari-hari, disamping memandang jauh dekatnya hubugan kekeluargaan dengan pewaris. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Ahli waris yang secara bahasa berarti keluarga terdekat, Hukum saling mewarisi antar kaum muslimin adalah wajib hal ini telah tertera di al-Quar’an surat an-Nisa’ ayat 7 dan 11, islam berperan sebagai pemberi jalan keluar bagi seluruh umat pada masa itu, sehingga sebuah permasalahan tentang pembagian waris itu dapat diselesaikan. ilmu mawaris mempunyai peran penting dalam kehidupan kaum muslim agar tidak terjadi kecurangan dalam pembagian harta warisan yang dapat menghindari munculnya permusuhan dan persengketaan dalam kekeluargaan yang dipicu oleh waris, dan dengan adanya ilmu waris dapat menghindari timbulnya fitnah karna pembagian waris yang tidak diatur, dan mewujudkan keadilan dalam suatu keluarga yang memberikan dampak positif dalam kehidupan bermasyarakat dan menjunjung syariat islam. DAFTAR PUSTAKA Rofiq, Ahmad. Fiqh Mawaris. Jakarta: Rajagrafindo Persada, Basyir, Ahmad azhar. Hukum Waris Islam. Edisi Revisi. Yogyakarta: UII Press, 1997. Rasjid, Sulaiman. fiqh Islam. Edisi Baru. Bandung: Sinar Baru, 1992. Salam, Suroso abd. Fikih Penerapan Syariat Islam dalam Keluarga. Cet .1. jakarta: Darul Haq, 2006.

0 komentar:

Posting Komentar